Seberapa Bagus Tempatmu Di Kota Rantau?



Nisa SMA beda dengan Nisa sekarang. Bukan tentang sikap tapi tentang pemikiran.

Saat masih memakai seragam putih abu-abu, aku selalu mendamba hidup sendiri di kota rantau. Terserah di mana yang penting jauh dari rumah. Aku ingin merasakan bagaimana hidup sendiri, tidak lagi bergantung pada orang tua, tidak hanya duduk dan meminta obat saat sakit menyerang kepada dia yang kusebut ibu, dan tidak hanya menodongkan tangan saat membutuhkan uang kepada dia yang kusebut ayah.

Kini, aku merasakannya. Seminggu hingga satu bulan pertama, aku lolos dari yang namanya homesick. Aku termasuk golongan cewek "strong" di kalangan teman-temanku yang baru 3 hari saja di Semarang mereka sudah menangis di kamar kost karena merindukan rumah.

Namun, seminggu belakangan, aku seolah goyah dan ingin sekali menyerah dengan ini. Kabur dan tidak kembali lagi. Sebaris kalimat yang akhir-akhir ini memenuhi 115 lembar di buku CHEMO anak-anak kimia, membuatku secepatnya sadar bahwa semua ini harus terus kuhadapi.

Nisa selalu kuat dalam hal apa pun dan saat kapan pun.

Aku sering menangis untuk semua hal yang berbau kekecewaan. Aku jarang menangis dalam hal keinginan pulang ke rumah. Aku juga tidak pernah menangis saat menerima telepon dari orang tua dan ketika disemangati mereka. Namun, satu setengah jam sebelum aku mengetik postingan ini, aku menghabiskan tisu berlembar-lembar hanya karena kata rumah. Dan, sejak seminggu yang lalu atau lebih tepatnya saat pengumuman bidikmisi keluar, saat ayahku mengatakan aku harus semangat belajar dan berdoa agar nilai-nilaiku bagus juga saat malam itu ibuku bilang aku harus jaga diri karena insiden bermalam di stasiun, mataku langsung bengkak.

Perlu diketahui, aku baru sampai di kost pukul setengah tiga sore tadi. Diantar ayahku tapi dia langsung pulang. Tahu bagaimana menyesakkannya itu? Hal ini membuatku sangat sadar bahwa aku hanya mahasiswa baru ingusan yang baru merasakan bagaimana hidup di kota rantau.

Quiality time. Aku tidak tahu seberapa berkualitasnya waktu dua jamku kemarin malam. Saat aku tidur di tempat tidurku, ibuku di sebelahku memelukku. Adikku di sebelahku sedang mengoceh minta diajarin bermain facebook, ayahku di belakang sedang mengoceh entah apa karena suaranya kalah dengan suara adikku dan suara teve. Aku tidak tahu itu seberapa berharganya. Yang kutahu, dua jam itu membuatku semakin tidak ingin kembali ke kota ini.

Aku bisa saja pulang seminggu kemudian. Memutuskan untuk membolos 20 sks di satu minggu ke depan. Tapi, memikirkan tugas PMB jurusan yang menuntut kekompakkan, aku tidak tega dengan Chemo14 yang jika karena keegoisanku tidak mau pulang ke Semarang, mereka mendapat masalah yang berlipat. Dan, tentang komitmen kenapa aku bisa sampai di kota ini.

*** 

Aku mengenal seorang teman yang memiliki tempat kost super mewah. Aku juga mengenal teman yang memiliki tempat kost yang dia bisa mondar-mandir keluar malam tanpa diketahui pemilik kost. Bagaimana bebasnya mereka dengan fasilitas itu. Tapi, di sini bukan selamanya tentang kemewahan dan kebebasan. Di sini tentang perjuangan.

Aku tersadar di awal bulan kedua. Tentang aku yang tidak bisa menahan tangis jika mengingat kedua orang tuaku yang sudah berjuang keras. Tentang aku yang dulu menganggap aneh teman-temanku yang bilang kalau mereka menangis saat ibunya menelepon. Tapi, kini aku mendapat karma karena aku juga menangis tiap kali ibuku atau ayahku bicara di telepon. Tentang aku yang akan tertawa jika adikku menjerit-jerit di balik telepon. Semuanya, membuatku tersadar bahwa sebagus dan sebahagia apa aku di kota rantau, tempat asal dan di samping kedua orang tuaku adalah tempat yang terbaik.




***

"Selesaikan apa yang telah kau mulai."

Motto itu selalu berhasil menjadi obat semangat saat aku benar-benar ingin menyerah.

"Nisa cewek strong."

Biasanya, saat sedang sebel tingkat akut, kecewa tingkat dewa, dan ingin menjerit sekeras-kerasnya, mengucapkan kalimat itu tiga kali dan menarik dan mengembuskan napas, segalanya akan mulai membaik.

*** 

Untuk kalian teman-temanku, yang tidak merasakan hidup sebagai anak kost, ingat ini: 




Cinta orang tua adalah salah satu bentuk cinta nyata dari Tuhan. Seberapa tidak percaya kau tentang kasih sayang Tuhan, lihat kembali seberapa besar perjuangan kedua orang tuamu hingga kau di titik sekarang.

Komentar

Postingan Populer