Tentang Mereka, Apakah Bisa Jadi Tentangmu?

Gadis itu baru saja dikecewakan oleh kekasihnya.

Malam ini, aku mendengar celoteh seorang gadis. Dia sedang mencurahkan segala masalahnya kepada seseorang di telepon. Dia mengaku telah disakiti kekasihnya. Katanya, "Semua lelaki sama saja. Sama-sama menyebalkan dan sama-sama suka menorehkan luka."


Saat itu, aku berpikir; apakah kau juga seperti lelaki yang dicelotehkan gadis itu?

Gadis itu terus berbicara. Tak mau berhenti sama sekali. Kukira, dia tak memberi kesempatan kepada temannya untuk menanggapi keluhannya. Ucapannya sesekali diselilingi isak tangis dan membuang ingus. Kukira, dia benar-benar sedang butuh pelukan. Namun, apa yang bisa kulakukan? Aku hanya seorang yang tak dikenal--yang kebetulan duduk di sampingnya. Dan, astaga, aku bahkan baru menyadari jika sekarang sudah larut dan kami--aku dan dia--duduk di teras sebuah tempat photo-copy.

Beberapa menit kemudian--setelah dia menutup ponsel dan memasukkannya ke dalam tas--, ia beranjak dan pergi tanpa sama sekali menoleh ke arahku. Aku, hanya bisa menghela napas. Diam-diam, aku memohon kepada Tuhan untuk 2 hal; semoga dia segera bersemangat kembali dan semoga kau tak sama seperti lelaki yang membuat gadis itu menangis hingga aku tak perlu membeberkan kisah sedihku tentangmu di tempat umum.

Gadis itu telah diberi harapan. Gadis itu baru berhasil jatuh cinta dari masa terpuruknya sebelum dengan lelaki yang baru mematahkan hatinya. Gadis itu mendapat harapan palsu.

Itulah beberapa rangkuman yang bisa kuambil dari percakapannya dengan temannya di telepon tadi. Lagi-lagi, aku berharap semoga kau tak seperti itu.

Aku melirik jam tanganku. Pukul sembilan lebih dua puluh menit. Berarti, sepuluh menit lagi aku harus segera pulang. Dan, kau belum datang juga. Semoga kau segera datang.

Di sela aku menunggu kehadiranmu, aku mengenang beberapa hal menyakitkan yang terjadi di antara kita dulu. Tentang aku yang pernah membuatmu merengek akan cinta, tentang aku yang menangis karena kau lebih menyukai mata bulat gadis lain daripada mata sipit yang kupunya. Namun, segalanya kembali normal saat aku menerimamu dan saat kau meminta maaf atas kejujuranmu itu.

Ya. Selama kita masih ingin saling kembali, semuanya akan baik-baik saja.


Aku jadi berpikir. Jadi, segala hal yang merumitkan hidup ini karena kita menolak tapi acuh, serta harapan tinggi tapi dihalangi ketidakpekaan?

Sejujurnya, aku bingung. Kita mencoba menyatu kembali, atau mencoba lebih merenggangkan jarak kita?
Cinta memang tak pernah bisa dipaksakan. Dia hadir tanpa permisi dan merusak segala ketenangan ketika yang dicintai tak pernah melihat kita. Saat itulah aku sadar jika menunggu dinilai sia-sia, maka sebenarnya tidak ada cinta di dalamnya.

Well, aku pernah membaca artikel jika mencintai seseorang itu tidak pernah ada yang berjalan mulus tanpa air mata. Selalu ada sedikit bahkan banyak hal yang harus dikorbankan "demi" orang tercinta itu. Mungkin, inilah yang kukorbankan. Tiga jam menunggumu tanpa hasil yang baik.

Aku beranjak dan menyisakan jejak basah pengorbanan di lantai orang.

Lalu sekarang, di mana pasanganku? Apakah sekarang dia mencoba untuk seperti Si Brengsek yang Lain?

Komentar

Postingan Populer