Polisi Bahasa di Twitter: Memviralkan PUEBI dan KBBI dalam 280 Karakter


dok. kompasiana.com

Pada 19 Oktober 2017 lalu, mojok.co mengunggah sebuah artikel yang berjudul Bikin KBBI adalah Pekerjaan Paling Sia-Sia. Artikel yang ditulis oleh Prima Sulistya itu tidak berisi tentang ketidakbergunaan KBBI sehingga penyusunnya telah melakukan hal yang sia-sia. Namun, ia justru mengungkapkan bahwa KBBI yang notabene disusun oleh Badan Bahasa dan saban sepuluh tahun direvisi itu justru tak dijadikan rujukan dalam menulis oleh admin akun twitter Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (@kemendikbud_RI) bahkan pengoreksian artikel di situs web Badan Bahasa. Hal tersebut tentu saja menjadi ironi tersendiri. Seharusnya, akun media sosial dan situs web tersebut menjadi contoh untuk khalayak mengenai penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar agar penyusunan PUEBI maupun KBBI tidak terasa sia-sia.
Melestarikan bahasa bahasa baik dan benar sesuai PUEBI dan KBBI adalah penting. Alasannya adalah menurut UU nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, pada bagian Penjelasan, tepatnya pasal 41 ayat (2) menyebutkan bahwa pembakuan sistem bahasa merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan bahasa Indonesia bersamaan dengan pemerkayaan kosakata, pengembangan laras bahasa, serta peningkatan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional. Jika sudah seperti ini, bahasa Indonesia yang baik dan benar tentu saja tidak bisa dianggap remeh.
Sulit memang membiasakan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar jika belum terbiasa. Terlebih, bahasa Indonesia yang baik dan benar memang lebih lazim untuk digunakan dalam acara dan teks formal, yang biasanya adalah menyangkut tentang kenegaraan. Sebab, tidak mungkin seseorang akan menggunakan kosakata baku jika sedang berbicara dengan teman sebayanya atau menulis surat cinta untuk kekasihnya sesuai kaidah ejaan dengan segala rupa tanda baca sesuai tempatnya. Itu akan terasa begitu kaku. Namun, apa salahnya untuk tetap melestarikan kosakata-kosakata yang baku sesuai KBBI seperti membiasakan menulis kata sekadar dibanding sekedar, atau frustrasi dibanding frustasi, lalu peduli dibanding perduli, dan lain-lain.
Alasan lain tentang pentingnya melestarikan bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah karena perkembangan teknologi dan budaya. Ponsel pintar yang dulunya tidak mudah dimiliki oleh sembarang orang, kini telah menjamur. Siapa pun, apa pun pekerjaan mereka, berapa pun usia mereka, telah menggenggam ponsel pintar. Hal tersebut menyebabkan mudahnya pengaksesan informasi, baik dari dalam maupun luar negeri, tentu saja dengan bantuan internet pula. Dengan demikian, mereka otomatis akan membaurkan budaya negeri sendiri dan luar. Budaya paling banyak mengontaminasi pada kalangan remaja Indonesia adalah budaya Korea dan Eropa/Amerika dengan bahasa Inggris.
Di sepanjang tahun 2017 lahir frasa-frasa dengan campur kode, seperti kids jaman now. Terdengar miris, terlebih mereka menggunakan kosa kata tidak baku baik dari bahasa Inggris maupun kosakata bahasa Indonesianya, sepeti kids yang merupakan bentuk tidak baku dari children dan jaman yang merupakan bentuk tidak baku dari zaman. Remaja penggemar budaya Korea bahkan membuat campur kode baru dari frasa tersebut, yaitu kids jaman jigeum. Jigeum memiliki arti sekarang dalam bahasa Korea. Terdengar salah kaprah sebab frasa tersebut kemudian viral dan banyak digunakan dalam beberapa artikel dan salah satu akun media sosial penerbitan yang bermukim di Jagakarsa, Gagasmedia, beberapa waktu lalu mengunggah foto dengan maksud membahas tentang kata jaman dan zaman, tetapi mereka tetap membiarkan campur kode kids dan now.

sumber: mediafact.nl

Perkembangan teknologi tidak selamanya memunculkan hal-hal negatif dengan menyepelekan bahasa Indonesia. Di tengah kesalahkaprahan warganet dalam memelesetkan bahasa Indonesia, ada beberapa akun di Twitter yang justru fokus untuk melestarikan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai KBBI dan PUEBI, yaitu @Ivanlanin, @membetulkan, @spa_si, @k_bbi, @poltabas, @badanbahasa, @bahasa_kita, dan @oxfordIndo. Khusus akun yang terakhir, ia lebih berfokus pada kosakata-kosakata bahasa Indonesia yang diserap dari bahasa Inggris.
@oxfordIndo telah membuat akun Twitter sejak Maret 2016 dan sekarang telah memiliki 1.640 pengikut. Akun ini merupakan terobosan dari Oxford Global Language (OGL) yang dibawahi oleh percetakan universitas terbesar di dunia, Oxford University Press (OUP). Akun @oxfordIndo adalah titik akses untuk bahasa Indonesia sedangkan bahasa lain diakses dari situs web www.oxforddictionaries.com. Mereka membangun sebuah kumpulan bahasa-bahasa di dunia melalui portal daring sehingga bisa diakses dengan mudah.
Bisa dilihat dari aktivitas kicauan akun @oxfordIndo, mereka kerap membagikan tautan-tautan pada artikel yang membahas mengenai idiom-idiom berbahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Tidak hanya itu, mereka juga memiliki ciri khas dengan mengunggah kicauan yang berisi tautan dari situs web mereka, yaitu www.id.oxforddictionaries.com dengan frasa ciri khas dalam kicauannya: Kata Hari Ini. Mereka mengunggah tentang Kata Hari Ini dengan pembahasan kata terali yang dalam bahasa Inggris disebut juga latticework, trellis, window bars. Akun Twitter dan situs web oxford Indonesia tentu saja berguna untuk digunakan sebagai rujukan penulisan kata terjemahan yang baik dan benar selain KBBI karena tentu saja KBBI daring tidak terfasilitasi penerjemahan dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris atau sebaliknya.
Akun @Ivanlanin tentu saja berbeda dengan akun @oxfordIndo. Akun tersebut dikelola secara pribadi oleh pria bernama Ivan Lanin. Ia mengaku sebagai pecinta bahasa Indonesia yang sebelumnya bekerja sebagai editor di situs web Wikipedia. Sejak saat itu, ia mengaku jatuh cinta dan ingin mempelajari lebih dalam mengenai bahasa Indonesia. Sebagai akun pribadi, tentu saja akun @Ivanlanin lebih leluasa untuk membalas cuitan dari warganet yang kerap bertanya kepada dirinya. Beberapa kali ketika warganet bertanya mengenai hal yang sebenarnya mengarah ke hal sensitif seperti “Bagaimana penulisan yang benar dari kalimat ‘keluar didalam’?” Ivan Lanin tetap menjawabnya dengan santai. Frasa tersebut kemudian dikoreksi oleh Ivan Lanin dan penulisan yang benar adalah “keluar di dalam”. Ia menjelaskan bahwa keluar adalah sebuah aktivitas dan di dalam adalah sebuah lokasi sehingga di diposisikan sebagai preposisi sehingga penulisannya dipisahkan oleh spasi. Frasa tersebut kemudian menjadi ciri khas sebuah akun @kaosjelata. Mereka mencetak frasa tersebut pada sebuah kaos lalu diperjualbelikan dan menjadi ladang penghasilan mereka. Banyak warganet yang membelinya dan memamerkan di Twitter dengan cuitan, “Biar kekinian.” Ivan Lanin membuat frasa itu menjadi viral dan dikenal. Positifnya, frasa tersebut dikoreksi dengan berpedoman kepada bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Selain melalui akun Twitternya, Ivan Lanin juga kerap mengungkapkan gagasannya mengenai bahasa Indonesia di situs web www.ivan.lanin.org.
Serupa dengan akun @Ivanlanin, akun @k_bbi, @spa_si, @poltabas, @bahasa_kita, dan @membetulkan juga kerap membagikan cuitan mengenai penulisan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mereka selalu merujuk pada aplikasi luring KBBI V yang diluncurkan oleh Badan Bahasa secara resmi karena dikira praktis. Bahan cuitan mereka biasanya berasal dari judul berita. Seperti akun @membetulkan mendefinisikan kata sensasi sebagai sesuatu yang merusuhkan (menggemparkan); kegemparan; keonaran. Kata tersebut berasal dari judul berita di situs web www.kumparan.com. Rujukan yang dipakai tentu saja KBBI, tetapi tidak disebutkan edisi berapa atau versi daring atau luringnya.
Akun @badanbahasa tentu tidak perlu ditanya siapa yang mengelola. Akun Twitter resmi dari Badan Bahasa di bawah Kemendikbud tersebut kerap kali membagikan informasi mengenai kegiatan atau lomba tentang kebahasaan atau Badan Bahasa, seperti yang terbaru adalah Sayembara Desain Logo. Namun, tentu saja bukan informasi tersebut yang terpenting. Sebagai akun resmi Badah Bahasa tentu saja warganet memiliki ekspektasi yang tinggi kepada @badahbahasa dibanding pada akun-akun seperti @Ivanlanin, @membetulkan, @spa_si, dan lain-lain. Namun, sayangnya, di beberapa cuitan mereka masih memiliki kesalahan ejaan dan tanda baca.
Contohnya adalah cuitan @badanbahasa pada 18 Desember 2017. Mereka bercuit, “Kepala @badan bahasa, Dadang Sunendar menerima kunjungan @lipiindonesia yang dipimpin oleh Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan dan Kemanusiaan, Tri Nuke Pudjiastuti di @badanbahasa, Senin (18/12). Kunjungan tersebut untuk menyinergikan kegiatan penelitian di bidang bahasa dan sastra.” Dibaca sekilas tentu saja cuitan tersebut tidak ada yang salah. Cuitan tersebut bahkan ditulis tanpa ada singkatan. Namun, bagi orang yang paham terhadap penulisan bahasa Indonesia yang baik dan benar, cuitan tersebut memiliki beberapa kekeliruan. Seperti pada kalimat pertama: Kepala @badanbahasa, Dadang Sunendar menerima kunjungan @lipiindonesia yang dipimpin oleh Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan dan Kemanusiaan, Tri Nuke Pudjiastuti di @badanbahasa, Senin (18/12). Pada frasa kepala @badanbahasa, Dadang Sunendar... Frasa tersebut adalah frasa nomina apositif, sebuah frasa yang menjelaskan sebuah nomina, dalam frasa tersebut adalah nomina Dadang Sunendar. Penulisan frasa tersebut yang baik dan benar adalah nomina Dadang Sunendar harus diapit dengan tanda koma (,), baik sebelum maupun setelah. Namun, pada cuitan tersebut, akun @badanbahasa hanya membubuhkan tanda koma (,) sebelum penyebutan nomina Dadang Sunendar dan setelahnya tidak diikuti tanda koma (,). Pada kalimat yang sama juga terdapat kekeliruan yang serupa, yaitu frasa nomina apositif tidak ditulis dengan baik dan benar pada frasa Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan dan Kemanusiaan, Tri Nuke Pudjiastuti di @badanbahasa. Seharusnya, penulisan yang baik dan benar adalah Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan dan Kemanusiaan, Tri Nuke Pudjiastuti, di @badanbahasa.
Fakta tersebut terasa bertentangan dengan tugas Badan Bahasa sebagai lembaga yang harusnya lebih memperhatikan bahasa Indonesia, baik penulisannya maupun pengucapannya. Di sinilah akun-akun seperti @Ivanlanin, @membetulkan, @spa_si, dan lain-lain terasa penting sebagai polisi bahasa di media sosial Twitter sebab akun seperti @badanbahasa saja masih memiliki kekeliruan dalam cuitannya.
Mungkin, bagi beberapa orang, akun-akun yang dijuluki sebagai polisi bahasa tersebut dinilai berlebihan atau kurang kerjaan karena “terlalu teliti” pada cuitan di media sosial seperti Twitter yang notabene hanya memiliki jatah karakter sebanyak 280 karakter. Namun, jika tidak ada mereka, tentu saja penulisan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan tergeser dengan frasa-frasa campur kode akibat pergeseran budaya dan kemajuan teknologi. Mereka memperkenalkan pada warganet yang semula tak acuh atau bahkan tidak tahu. Mereka memviralkan bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah. Mereka melestarikan pedoman umum penulisan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mereka membuat penyusun KBBI tidak menjadi pekerjaan yang sia-sia.
Jika masih menganggap bahwa bahasa Indonesia yang baik dan benar tidak terlalu penting, berarti mereka belum mengetahui fungsi bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa yang baik dan benar memiliki empat fungsi. Pertama adalah fungsi pemersatu yang mengikat kebinekaan rumpun dan bahasa dengan mengatasi batas-batas kedaerahan. Kedua, fungsi penanda kepribadian yang menyatakan identitas bangsa dalam pergaulan dengan bangsa lain. Ketiga adalah fungsi pembawa kewibawaan karena kaitannya dengan orang yang berpendidikan dan yang terpelajar. Terakhir adalah fungsi sebagai kerangkaacuan tentang tepat tidaknya dan betul tidaknya pemakaian bahasa.
Maka, meremehkan bahasa Indonesia yang baik dan benar tentu bukan hal yang patut dilakukan. Tetap memperhatikan penulisan bahasa Indonesia sesuai pedoman ketika menulis status di media sosial tidak kalah bijak dibanding ketika menulis pidato resmi dalam menyambut tamu dari luar negeri di acara kenegeraaan.





Daftar Bacaan

Adam, Aulia. 2017. “Polisi Bahasa Penting, tetapi Tak Mahabenar”. https://tirto.id/polisi-bahasa-penting-tetapi-tak-mahabenar-cmVM diakses pada 1 Januari 2017.
Alwi, Hasan, dkk. 2010. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi ke-10. Jakarta: Balai Pustaka.
Badan Bahasa. 2016. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Lanin, Ivan. 2014. “Dikarenakan”. http://ivan.lanin.org/dikarenakan/ diakses pada 1 Januari 2018.
UU RI No. 24 Tahun 2009. http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/sites/default/files/UU_2009_24.pdf diunduh pada 13 September 2017.
Sulistya, Prima. 2017. “Bikin KBBI adalah Pekerjaan Paling Sia-Sia”. https://mojok.co/prima-sulistya/komen/versus/bikin-kbbi-adalah-pekerjaan-paling-sia-sia/ diakses pada 28 Desember 2017.
-----. 2017. “Menyalahkan Bahasa Orang Lain dengan Senjata ‘Kata Baku’ dan ‘Kata Tidak Baku’”. https://mojok.co/prima-sulistya/komen/versus/menyalahkan-bahasa-orang-lain/ diakses pada 30 Desember 2017.
Waridah. 2017. “Menggunakan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar dengan Kaidah Bahasa Indonesia”. http://waridah.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/281/2017/06/Menggunakan-Bahasa-Indonesia-yang-Baik-dan-Benar-sesuai-dengan-Kaidah-abstrak-Inggris.pdf diakses pada 31 Desember 2017.

Komentar

Postingan Populer