#Review Rooftop Buddies: Selalu Ada Harapan untuk Hidup


Doc. http://www.instagram.com/nisandherbooks
Judul: Rooftop Buddies
Penulis: Honey Dee
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 264 hlm.
ISBN: 978-602-03-8819-9
Rating: 3,67/5

Marielle—Rie—pertama kali bertemu Brian—Bree—di rooftop apartemen yang ditinggali oleh Rie. Rie akan bunuh diri karena lelah dengan segala pengobatan kankernya dan Bree juga memiliki niat sama untuk mengakhiri hidup, tetapi dengan alasan yang berbeda. Lalu mereka membuat perjanjian untuk saling mewujudkan keinginan masing-masing yang ingin dipenuhi sebelum meninggalkan dunia ini.
Novel ini memiliki plot yang asyik. Gaya penceritaan yang luwes membuat pembaca—yang mana adalah saya—dapat dengan mudah mengerti, kecuali di bagian penjelasan dokter mengenai pengobatan kanker, heuheu. Informasi mengenai kanker tidak terkesan menitah, mungkin karena si penulis adalah pasien tumor sehingga wawasan mengenai kanker ia tulis dengan tujuan untuk bertukar ilmu dengan pembaca, melalui tokoh dokter di novel Rooftop Buddies ini.
Sekejap, alur novel ini mengingatkan saya pada sebuah film tentang anak perempuan dan anak laki-laki psikopat yang kabur dari rumah dengan menggunakan sebuah mobil lalu menjadi penjahat ketika adegan Rie belajar menyetir mobil dan menabrak seorang pengendara motor hingga tewas. Namun, salah besar. Alur tidak berjalan seperti film yang-judulnya-saya-lupa itu. Novel ini bercerita mengenai keinginan untuk hidup.
Merasa lelah akan hidup memang wajar bagi seorang manusia, terlebih untuk Rie yang merasa begitu tertekan dengan kanker paru-paru yang diidapnya lalu Mamanya, satu-satunya sosok yang Rie harap akan menguatkan justru selalu menangis ketika menemani Rie melakukan kemoterapi.
Entah ini kebetulan atau tidak, sebelum membaca novel ini, saya mengikuti instagram dari Mbak Hada, anak Indro Warkop. Ia selalu meng-update kegiatannya dalam menemani ibunya yang menderita kanker. Ya, kanker paru-paru juga seperti Rie. Bedanya, Mbak Hada selalu semangat, tersenyum, bahkan sama sekali tidak ada kesedihan di setiap cerita instagramnya. Awalnya saya bingung, hingga saya membaca novel Rooftop Buddies ini. Seseorang yang berniat menemani sosok penderita kanker ataupun sakit lain harus selalu menampilkan keadaan yang bahagia dan semangat agar pasien juga tertular bahagianya. Bukan justru sebaliknya selalu menyalahkan nasib bahkan mengatakan, “Harusnya yang sakit aku saja, bukan kamu.” Percayalah, mereka tidak membutuhkan kalimat semacam itu. Tuhan memilih sosok yang tepat untuk diberikan suatu penyakit.
Ketika akhirnya Rie dan Bree sepakat untuk mewujudkan keinginan Rie sebelum memutuskan bunuh diri bersama, banyak hal yang justru mereka sadari tentang keinginan untuk tetap hidup. Rie yang ketika SMP dirundung oleh sosok yang ia sukai dan semua teman-teman sekolahnya, menyadari bahwa menderita kanker tidak seburuk yang ia bayangkan.
Rie dan Bree melakukan perjalanan ke Alewari, daerah tempat tinggal Rie sebelum pindah ke Jakarta. Di sana, ia bertemu dengan Kiran, ketua genk di sekolahnya dulu yang gigih merundung Rie. Tak disangka, ternyata Kiran sudah memiliki seorang anak dan telah bercerai dengan suaminya. “Tujuh belas tahun dan sudah menjadi single mother.” (hlm. 54) Rie sedikit merasa beruntung hidupnya tidak seburuk Kiran. Lalu Rie dan Bree menuju ke SMA di kompleks sekolah SMP Rie dulu. Benar saja, semua anak yang merupakan anggota genk Kiran bersekolah di sana, termasuk Rhino, sosok yang disukai Rie tetapi mengejek Rie di depan semua orang. Mereka masih tetap angkuh.
Bagi Rie, hidupnya dulu adalah neraka. Setiap hari diejek, dihindari, dan sama sekali tidak memiliki teman adalah hal yang ingin ia lupakan seumur hidup. Sayangnya, kenangan tidak sebijak itu. Kenangan kerap kali hadir ketika pemiliknya ingin segera lupa. Bagi Bree, Rie adalah sosok yang egois kepada diri sendiri. Ia sama sekali tidak meminta bantuan kepada siapapun dan justru menyimpannya sendiri. Dalam perjalanan mewujudkan keinginan tersebut keduanya tahu bahwa selama ini hidup terasa sulit karena diri sendiri.
Bree tahu segalanya mengenai Rie, tetapi tidak sebaliknya. Rie sama sekali tidak tahu kenapa Bree ingin bunuh diri. Hingga kemudian Bree mendapat telepon dari temannya untuk mengantarkan dokumen penting. Sayangnya, dokumen tersebut ada di rumah papanya. Bree tidak menyukai lelaki itu.
Sampai di rumah papa Bree, Rie begitu takjub dengan segala hal mewah di sana. Akan tetapi, kondisi di dalamnya justru seperti neraka. Bree bertengkar dengan perempuan muda yang ternyata ibu tirinya. Tak disangka, perempuan bernama Mona itu juga berperan sebagai mantan kekasih Bree. Tentu saja hal tersebut mengejutkan bagi Rie. Cerita lain tak kalah membuatnya terkejut: kakak perempuan Bree meninggal ketika ia masih di Australia dan ibu Bree mengalami gangguan kejiwaan akibat terlalu syok dengan perempuan muda yang dinikahi oleh suaminya, ibu Bree dirawat di sebuah rumah sakit, sendirian.
Segala kondisi itu membuat Bree merasa tidak berguna dan memilih untuk mengakhiri hidupnya saja. Namun, ia bertemu dengan Rie dan menemukan alasan lain untuk bertahan hidup.
Alur cerita begitu lancar dengan pemilihan tema cerita yang menarik tentu saja membuat Rooftop Buddies bisa memotivasi pembaca untuk terus bersyukur akan hidup. Akhir cerita yang tidak fairy tale juga terasa begitu logis untuk memberikan semangat bagi teman-teman yang sedang berjuang melawan kanker.
Mungkin, jika suatu hari kamu menemukan sosok yang sangat ingin mengakhiri hidupnya karena hidup yang berat, berikan novel ini. Biarkan dia membaca ditemani diri sendiri. Jika ia berpikir bahwa cerita tersebut hanya karangan fiktif belaka, bilanglah kepadanya bahwa penulisnya juga penyintas tumor. Ia begitu ingin mengakhiri hidup, tetapi kemudian sadar bahwa hidup terlalu berharga untuk diakhiri dengan segera.

Rating untuk goodreads: 4/5 (link: https://www.goodreads.com/review/show/2574494840?book_show_action=false&from_review_page=1)

Komentar

Postingan Populer